Ada terlalu banyak serpihan hati yang tertinggal di bandara, termasuk milikku.
Terserak, terinjak kaki manusia yang lalu lalang, sementara aku masih bersusah payah mencari milikku. Udara semakin pekat ketika aku berdiri di depan keberangkatan domestik menghirup nafas yang saling bertukar cerita, tertawa, sementara aku masih mematung di garis yang sama.
"Aku seharusnya tak datang. Aku seharusnya tak ada disini."
Aku terlambat..
Aku ingin sekali mencuri detak jantungmu, mencuri nafasmu, dan mencuri wangi tubuhmu. Namun aku hanya berdiri, berjarak dari semua mimpi yang diajarkan stasiun televisi.
Berulang kali aku harus menelan nafasku sendiri, karena tawa dan cerita di sekitarku makin pekat.
"Aku mau pulang..."
Aku ingin sekali pulang dengan gegas, karena air mata ini sudah tak dapat kukeringkan. Aku malu. Aku tak punya uang yang cukup untuk membeli kata-kata. Aku terasing, tersisih, tersingkir. Yang bisa kucuri darimu hanyalah sebuah bayangan dan ucapan selamat tinggal.
Sayang, aku tak punya cukup uang untuk membeli perhatian.
Aku masih mematung, mengamati hiruk pikuk manusia melepas kepergian. Aku masih berharap dapat membeli waktu untuk sekedar ucapan selamat tinggal atau mengamati senyum dan kedipan mata mu atau sekedar usapan kepala yang membuatku tak berdaya.
Dalam kata pulang yang teramat singkat aku menahan tangis. Hingga ia menguap di pelupuk mata, tanpa sisa. Aku bahkan lupa untuk memunguti hati kecilku yang berserakan tadi.
Selamat jalan, sayang. Hati-hati di jalan. Titip hatiku yang menunggumu pulang.
No comments:
Post a Comment