Unsaid Feeling

Ada beberapa, atau mungkin banyak yang tak bisa ku muat disini. Ku selalu, akan menentang sebuah hipotesa dungu, “Tak pernah ada kata terlambat.” katanya. Namun nyatanya, banyak hal yang sengaja ku lewatkan, ku tunda hingga akhirnya semua terlambat. Terlambat itu selalu ada. Terlambat adalah satu dari kata paling laris di kamusku, sayang. Kau tahu itu. Namun tetap saja, selalu ada sesuatu untuk di perbaiki, mungkin. Atau setidaknya, ada yang harus ku kemukakan. Suatu yang pernah suatu masa kau baca, namun tak pernah kau pahami.
***
Untukmu yang kini ku tetapkan sebagai pilihan
Mungkin melangkah bersamamu, yang pada awalnya hanya berupa gurauan saat hujan tak juga reda, dan kita terjebak didalamnya adalah perjalanan yang paling panjang dan juga doa-doa panjang. Namun tak pernah sedikitpun lelah dari kaki yang terus melangkah, dan mulut yang tak henti merapal kerendahan diri dihadapan Tuhan; ialah doa.
Mungkin benar adanya, jika dewasa tak dapat dikisar oleh angka dan bahagia yak dapat ditawar oleh ribuan lembar. Denganmu, segala hal yang ku anggap tabu terdahulu, menjadi hal yang ku yakini dengan teguh pada saat ini. 

Sesungguhnya, ada sebuah pertanyaan yang kemudian melahirkan pernyataan yang sempat ku kemukakan kepadamu, “Mengapa, bagaimana bisa kita berjalan melebihi jarak yang pernah kita perkirakan.? mengapa kita bisa menakar sebuah rasa yang ceritanya pun baru saja kita mulai? mengapa kita seperti dua orang yang pernah bertemu, kehilangan kemudian bereinkarnasi dan menjadi satu seperti sekarang?” lalu terlahirlah satu kalimat darimu yang tanpa gusar mematahkan keraguan. “Seperti yang sering kita bicarakan bahwa kualitas tak pernah dijamin keberadaannya dalam sebuah kuantitas. Baik aku maupun kamu, kita saling memahami. sesederhana itu. Waktu yang lama pun tidak menjamin kenyamanan akan hadir secepat ini.” Namun rasanya itu terlalu kasar untuk dicerna sebagian pemikiran. Bagaimana dengan ini, “Jika kisah ini adalah sebuah buku, maka buku inilah yang akan ku baca lambat-lambat. Sebab di setiap kalimat baru, ada yang ingin ku baca dan pahami pelan-pelan. Hingga tiba di suatu pelan, kasih, ajari aku membaca lagi.” 

Kali ini, aku tak akan bercerita tentang bagaimana semuanya bermula. Sebab aku sedang ingin senyumku bermakna rasa syukur, bukan senyum geli seperti remaja yang kali pertama di kecup pipinya. Kau tahu, bukan? Bahwa kita adalah sepasang luka, atau bahkan kita bukan luka sama sekali. Ada masa dimana kita jengah akan nanah berbau busuk yang keluar dari tepian diri kita. Namun tak jarang kita adalah luka yang sembuh seluruh, sempurna tanpa bekas, namun terlalu congkak sehingga pisau dan potongan kecil kayu yang tajamnya tak seberapa itu merasa tertantang, terangsang untuk melukai kita kembali. Hingga akhirnya, kita tak pernah benar-benar sembuh. Dan kita memulai sumpah serapah itu lagi; pada hujan, pada daun, pada sampah, pada apa-apa saja yang terlihat untuk dijadikan sebab. Begitu terus menerus hingga hujan telah lekas mengepak diri, terburu-buru pergi. Dan saat kemarau datang, kita diam.

Jurang dan Laut

Kita mengenal beberapa orang, banyak, dalam hidup ini. Ketika pertama jumpa yang kita tahu hanya topengnya saja. Lama-lama kenal kita akan diajaknya pergi, antara jurang dan lautan. Jika kita dibawanya ke jurang, berarti begitu jauhnya beda kita. Kita terjun dia tidak. Jika dibawanya kita ke laut, berarti begitu rapatnya persamaan kita. Diajaknya kita berlayar, bersama-sama. Ini kejujuran.

Lampu Merah Untuk Perempatan Jalan

Caramu menghargai dia
tak berbeda, tak ada yang beda
bagai pasir pada gedung bertingkat
bagai setetes air pada hutan hujan tropis
bagai satu bintang diantara gemerlapnya malam
bagai kerikil di bentangnya gunung
bagai terkaparnya tikus got di jalanan
bagai awan di pagi ini
menghias, melengkapi tapi tak terhiraukan

cara dia memahami dia yang lain
sedikit berbeda, iya, hanya sedikit
sedikit lebih baik daripada caramu
seratus kata kau jawab dengan satu kata,
tapi cara dia memahami dia yang lain berbeda
setidaknya, dari seratus kata yang dia keluarkan, dia jawabnya dengan dua hingga tiga kata
sedikit berbeda, setidaknya untuk ukuran saya

terima kasih.

Ending

Kemudian semua menjadi sepi
haru dan tawa menjadi tak berarti
padamkan semua mimpi
hilangkan rasa di hati

aku benci menjadi seperti ini
menjadi penonton dalam sandiwara diri sendiri
konyol, namun perih bagai ditusuk duri

aku rela menjadi buih
bagi putih dalam putih
tak berarti
dan terbuang bagai daki

Fantasi

Ada satu hal yang paling kubenci
yaitu memandang fotomu setiap hari
melamunimu untuk ratusan kali


ini fantasi.



Aku mati
mati dalam kehidupan diri sendiri
menafkahi fantasi yang kubenci
kemudan, mati lagi.

Dan aku benci semua ini.

Senja

Terbangunkan Senja
Sore ini aku tersadar dari lamunan panjang disiang hari
Sore ini membawaku kedalam transformasi
Transformasi cerita hidup yang tak pernah berhenti
Kita meminta lebih
Kemudian sore ini berubah menjadi senja
Seketika semua memerah
Padam mengaharukan kata-kata
Kelam membiaskan asa
Kuusap mataku yang sayu
Kulihat semua semu
Sirat sendu

Hidup yang indah

Hidup ini indah dengannya perasaan
hidup ini berwarna dengannya air mata
adakala kita tak bisa berkata
hanya nanar yang meraja

ada baiknya kita tak bisa berkata
hanya tangan yang meraba
tujuh juni dua ribu lima belas

aku rasa ini fana
tapi aku selalu suka
aku rasa fana ini semakin fana
dan aku senantiasa menyambutnya

aahh
hidup ini memang indah
semestapun demikian

kau buat campur aduk rasa jadi pasrah
pasrah jadi lara
kemudian lara akan semakin dalam
jauh lebih dalam dari biasanya
dan kini kedua sayap itu telah patah

ku buang air mata
namun tetap tak terucap
hidup ini indah dengannya rasa, dengannya lara.

Berbicara Denganku

Berbicara denganku sungguh membosankanku
pun aku merasakan seperti itu ketika aku mulai berbicara sendiri
atau setidaknya berbicara dalam hati

berbicara denganku membuatmu mati rasa
pun aku merasakan demikian, hambarkan pokok pembicaraanku
aku yang tak pandai berbicara ini ditambah kamu yang cepat bosan, lengkap sudah

apa yang perlu diperjuangkan?
pun akupun tak ingin memperjuangkan.
kita nikmati saja kebosanan ini.

Bandung, 02 november 2015
 

Catatan Gadis Puisi Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review