TERLANJUR LEBUR



Aku ingin kembali dimana kita masih akur
menikmati senyummu dari jauh memang cukup menghibur
Aku bahkan tak ingin untuk sejenak tak saling tegur

Jika waktu boleh ku buat mundur
aku ingin semua amarah bisa melebur
cukup rindu yang ditanam subur-subur
lalu dituai untuk bekal bahagia seumur-umur

Jika boleh waktu ku buat mundur
sebaiknya kubiarkan pesonamu luntur
karea apa – apa yang sudah terlanjur
Taka ada yang selamat, kecuali hancur

Seperti aku yang babak belur

Kepada Tanda

Kepada Tanda,

Tanya, apakah kamu sibuk merindu di sela jemu yang ragu-ragu? Jendela kita, yang menghadap tembok rumah sebelah sudah bisa dibuka meski temaram masih menjelaga.

Seru, sudah tenggak saja basah mimpi malam yang sudah kuendapkan seharian! Matamu sudah tak sanggup lagi memendar cahya. Redupkan...redupkan sejenak.

Baca, pada koma kesekian, merangkaklah perlahan lewat sela jemariku saat lembar-lembar itu menyerah pada titik. Ada suara yang tak perlu (bisa) kau dengar ketika bibirku beradu.

Tanda,
Aku menyerahkan "sepenuh-

luruh".

H A N Y A

Ada 5 kecup yang hanya bisa kamu sampaikan lewat jemari. Hanya ada 4 yang terbaca. Ada satu yang tertinggal di saku celana. Cinta yang setiap hari aku curi dari hatimu.

Kau tahu sebenarnya apa yang paling aku takutkan?
Merindukanmu namun tak punya cukup waktu untuk memelukmu

Bersandar

Bersandar di bahumu, dalam diam, dalam kecupan kening yang biasa.
Bersandar di hatimu, dalam kantuk, dalam lelap tidurku yang biasa.
Bersandar di sisimu, dalam rutuk, dalam waktu yang tidak bisa binasa.

Masa

Untuk cinta yang namanya kusebut dalam do'a.

Dalam harap yang katamu tak boleh disebut,
aku menggambar masa depan tanpa nama.

Sini, duduk berdua.
Beri tahu aku caranya mencampur warna, atau beri aku waktu untuk tahu bagaimana mencampur rasa.

Tuhan, kali ini aku ingin menulis nama.
Tapi benarkah kau mendengar do'a?

Perbincangan Telepon


Ketika orang bertanya dan berkata bahwa hubungan ini akan sedemikian sulit, 
aku tersenyum. Aku tahu.

Tubuh mana yang tak butuh cinta yang bertubuh?
Lalu darimana rindu memperoleh nafasnya?

Kita tahu dimana akan bermuara, tetapi keras kepala untuk nekat kesana
Kita tau jarak itu berat, tapi memaksa untuk tetap terikat

Aku tahu kita kehilangan banyak, kehilangan banyak waktu bersama, kehilangan kata, kehilangan jeda, kehilangan cerita, sekarang aku kehilangan suara. Sebentar lagi aku kehilangan akal sehatku. Tidak apa, asal belum kehilangan, kamu.

Aku terus menerus merajuk, marah, menangis dan mengemis

Mungkin kau memang tak suka perbincangan telepon. Mungkin tak ada lagi cerita. Atau mungkin, hari terlalu larut jadi kisah kita sudah hanyut. 

Kau sudah lelah hingga bicara kian jengah.
Sementara aku, mengumpulkan air mata yang belum pula berubah jadi permata. Yang membunuhku adalah waktu yang tak bisa kubeli. Aku tidak punya uang lagi seharusnya aku berhenti berlari. 

“Halo?” Kataku,
"......"
Tuttt.......... tut........ tut.......

Aku tak punya cukup kekuatan untuk membayangkan kau pergi. Bukan karena apa-apa. Aku hanya tak paham bagaimana mencintai sambil berfikir engkau meninggalkanku.
Aku tak mengerti bagaimana mencintai sambil bersiap untuk berhenti mencintai. Aku menolak sekalipun ia datang sebagai satu misal.

Aku menempatkan tanganmu menjadi bagian dari jemariku, 
Ketika kau tak mau lagi bergandengan, aku yang berantakan

Aku juga menempatkan namamu di sela-sela rusuk. 
Ketika namamu patah, bagiannya menusuk.


ps : ruang paling gelap dan senyap, dimana rindu berubah jadi derap keputusasaan. Rindu harusnya mengalir deras di ruang paling dahsyat, tapi harus mundur karena tali jarak yang tidak cukup kuat.

Kamis, 18 Januari 2018
 

Catatan Gadis Puisi Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review