Kepada April


Kita beranjak lagi. Hanya tersisa sebilah pisau lipat yang tergeletak, kelelahan memahat kesalahan pada masing-masing tubuh kita. Tak berdarah, tak pula terpercik amarah. Apalah arti salah benar dan surga neraka adalah juga sebagian kompetisi untuk memancing tawa antara Tuhan dan Dewa-dewa. Nafas kau tahan, kepala menjadikan tanda tanya sebagai tawanan. Doa-doa kembali duduk di tepian bibir pemiliknya. Menunda kelana. “Kita memilih untuk memainkan peran yang luput dari pandang dan cahaya. Kau jadi tanah bagi langit, dan biar aku saja yang jadi hujannya.” Karena tak ada salah dan benar atas cinta. Begitukah harus kita menyebutnya? Karena acapkali yang aku atau kau temui adalah rumah yang lampunya selalu menyala, tapi tak seorang pun tinggal disana. Kemudian suatu malam, diantara lengan yang melingkar bergantian pada bahu dan pinggang itu aku menemukan kata yang bahkan mungkin ketika ku ceritakan padamu sekali lagi, kita tak pernah tahu apa maknanya. Peduli setan pula dengan makna. Kita hanya orang yang terlanjur bodoh dan mabuk bagi mata-mata yang tak pernah melepas pandangnya dari kita. “Tapi, biarkan saja mereka tetap melihat apa yang ingin mereka percaya.”  

Jakarta , 27 Maret 2019 

Dini hari...
 

Catatan Gadis Puisi Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review