RINDU



/I/
Cecap celoteh mengundang rindu
Bukan pada pita suara yang kerap
Menjatuhkan kerambil pada dahannya
Atau pada segenggam
Legam yang sering tercipta
Bersama keheningan

Aku merindukanmu melalui
Gumpalan awan kelabu
Di penghujung gerimis
Bekas genangan tempat
Itik bersemayam memantulkan
Kejernihan tatapan dari seorang kamu

Aku merindukanmu melalui
Sejumput warna pelangi
Yang saling berkejaran
Seusai hujan

Aku merindukanmu melalui
Hamparan senja berisi
Burung-burung camar
Kicauan mereka menghantarkanku
Pada dekap tubuh yang lekap
Dengan kayu-kayu keropos
Di dalam hutan kehampaan

Padahal aku hanya berbual

Aku merindukanmu seketika
Kata-kata dalam puisimu
Merambat santun lewat retina
Turun ke hati
Sesederhana itu

/II/
Tembok Layu
Tanah Basah
Caping diam
Hujan hanya isyarat
Untaian daun merapal
Lelaki masih bungkam
Membalas dendam
Kemarin dia tergugu kaku
Dalam harapan padang ilalang

Janji dan kunci
Sekarang perempuan ikut ganar
Dipayungi kerinduan



/III/
Waktu terkutuk
Gemar menjahit senja
Namun enggan menenun jingga
Aku hanya mengatakan sabda kerinduan
Yang terlanjur disekap ruang
Apakah kamu juga?

/V/
Cuaca rusuh
Hatiku gaduh
Mataku lengkap dengan pintu biru
Itu
Rindu

Bandung, 1 Januari 2017








(R)asa Tanpa Asa


Jika rasa sudah tak lagi bersama asa 

jika asa hanyalah sebuah kata

aku akan diam senyap tak bersuara


Ada kalanya aku ingin buta, bukan karena aku tidak menghargai karya-Nya, namun aku teramat takut jika melihatmu aku akan jatuh hati lagi.


Ada kalanya aku ingin bisu, bukan karena aku tidak bersyukur pemberian-Nya, namun aku takut kata cinta akan terucap dari mulutku.


Ada kalanya aku ingin tuli, bukan karena tuli itu menyenangkan, namun aku hanya takut jika mendengar suaramu, rasa ini takkan terbendung.


mungkin ini adalah rasa yang dipaksa


dipaksa untuk menghiatuskan rasa, hingga Esa kita sama,


tapi tunggu... apa salahnya ada rasa pada jembatan peraduan kita.


mungkin aku harus teriakkan pleidoi pada semesta agar kita bisa bersatu, bersatu di lembah pairidaeza


 

Tentang Pagi



Tentang pagi yang bermimpi menjadi malam
Tentang imaji yang usang lalu karam
Tentang pagi dan halimun merayu syahdu
Tentang hati yang terbujur kaku
Tentang pagi yang sayu, tentang hati yang membatu

Tentang siang yang membentang
Tentang siang dan silam pukau gedung menjulang
Tentang hati yang menemukan titik terang
Tentang siang yang jalang, tentang hati yang perlahan matang

Tentang sore yang sok asik
Tentang hati yang mulai terusik
Tentang sore yang sok gaul, tentang hati yang mulai tampak-timbul

Tentang malam dan pleidoi alam
Tentang malam sang penghenti aktivitas, tentang hati yang sudah ikhlas






PUAN PENJAJA BELAIAN



Derai-berderai gelap menderai
Pendar dan sedikit membantai
Membantai akhir hari
Jauh menjauh imaji

Di gelanggang rasa yang sudah binasa
Puan mesra dengan rokoknya
Menunggu tamunya di ujung jalan Angkasa
Gedung usang itu saksinya

Puan berzirah nafas resah
Melihat Tuan sebagai lahan basah
Rona merah gintju murah
Menarik tuan untuk “bersedekah”

MEDIO-CLASS



Menjadi atau tidak menjadi

Kamu adalah anak manusia yang ingin dan akan menjadi

Terbatas atau tidak terbatas

Kamu adalah cucu semesta yang ingin meretas batas



Kamu akan mengatur rencana kerja hidupmu

Kamu ada menjadi manusia yang didogma oleh semesta

Kamu tidak akan pernah menjadi diri kamu sendiri

Kamu bukanlah kamu


Kamu hanyalah anai-anai di sekumpulan  cosmos

Kamu adalah sebutir debu di atmosfir jupiter

Pun sekecil satelit voyager


 

Catatan Gadis Puisi Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review