KEPADA RINDU DI UTARA

Untuk Engkau yang menunggu di Utara

Betapa kupaham kecemasan-kecemasan yang tergelincir dari sendu tatapan yang menggema dalam bunyi yang sunyi diantara senyuman dan tawa.Dengan detik yang berdetak lebih cepat, kau perlahan muak oleh suara bising di telinga dan kepala;perihal rahim yang belum mampu membaca kehidupan atau perihal keraguan yang mencuat. Barangkali, suara bising yang akan kau dengar serupa desis ular, mengancam satu persatu langkah, sebab kau tahu jika salah kakimu melangkah, ada jiwa yang terbunuh perlahan.
 
Cahayaku. Kau, aku, dan mereka; memang berada di bawah langit yang sama, tapi bukankah masing-masing memiliki musim yang berbeda? Berjalanlah ke mana seharusnya kau berada. Kemas segala cemas, dan berdansalah di tengah hujan yang bermukim di kantung mata. Percayalah, bahwa sesungguhnya manusia lebih butuh tepat daripada cepat. Dan untuk senda gurauNya, bersyukurlah sebab kau di selamatkan dari banyak kejatuhan yang mungkin lebih buruk dari yang seharusnya.Pada suatu petang, barangkali kau akan terkejut pada fragmen-fragmen cuaca di luar nalar; ketika isi kepalamu telah mahir menyisir harapan, dengan dada yang meriwayatkan doa-doa. Percayalah pada kelakNya yang jauh lebih indah dari apapun yang kau inginkan.

Kepada yang mencoba menerjemahkan warna-warna pucat di sebuah taman, 
Bersandarlah meski sekedar. Kesabaran memang tak serupa orang tua yang duduk di kursi goyang, dan menanti ajal di depan mata. Sungguh aku pun percaya, kakimu lebih lincah mengayunkan diri ke tujuan. Namun, aku adalah perempuan yang mencintaimu lebih dari sebuah kalimat, yang kerap memakamkan lelah untuk menyertakanmu di setiap doa. Dan surat ini hanyalah satu dan kesekian pengingat. Pengingat bahwa pelukanku masih menjadi rumah yang hangat jika dengan izinmu, dan izinNya. Pengingat, bahwa aku dalam getar rinduku tetap memanjatkan doa berisikan engkau kepada sang Pemilik Senja dan remang petang. Aku merindu engkau yang matanya seperti musim semi. Memberi damai bunga-bunga yang diterpa matahari. 

Pulanglah pada rengkuh yang tepat. Kepada temu yang menghamba kebersamaan paling sahih saat purnama. Agar lenyap sudah gelisah yang dicincang halus pisah. Agar mati sudah curiga yang dihantui jarak seribu mil jauhnya.

Yang mencintaimu,

- Aku -


DUA PULUH ENAM JULI 2016

Bahagia mungkin sesederhana terlentang di rerumputan dan menghitung berapa jumlah bintang yang ada, meracau tak jelas sebab api tak juga menyala sempurna, lalu bertengkar memperdebatkan letak planet yang sebenarnya.
Bahagia mungkin sesederhana memasak puding coklat pukul tiga pagi, dan memperebutkan sisa puding yang masih menempel di panci untuk dihabiskan olehku, atau olehmu, yang akhirnya oleh kita.
Bahagia mungkin sesederhana sebuah pengharapan, “Semoga Tuhan mencatat hal ini sebagai sekumpulan hal yang akan selalu aku lihat kelak, setiap harinya. Dirinya, dan segala tentangnya.”


Bandung, 26 Juli 2016
 

Catatan Gadis Puisi Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review