Perbincangan Telepon


Ketika orang bertanya dan berkata bahwa hubungan ini akan sedemikian sulit, 
aku tersenyum. Aku tahu.

Tubuh mana yang tak butuh cinta yang bertubuh?
Lalu darimana rindu memperoleh nafasnya?

Kita tahu dimana akan bermuara, tetapi keras kepala untuk nekat kesana
Kita tau jarak itu berat, tapi memaksa untuk tetap terikat

Aku tahu kita kehilangan banyak, kehilangan banyak waktu bersama, kehilangan kata, kehilangan jeda, kehilangan cerita, sekarang aku kehilangan suara. Sebentar lagi aku kehilangan akal sehatku. Tidak apa, asal belum kehilangan, kamu.

Aku terus menerus merajuk, marah, menangis dan mengemis

Mungkin kau memang tak suka perbincangan telepon. Mungkin tak ada lagi cerita. Atau mungkin, hari terlalu larut jadi kisah kita sudah hanyut. 

Kau sudah lelah hingga bicara kian jengah.
Sementara aku, mengumpulkan air mata yang belum pula berubah jadi permata. Yang membunuhku adalah waktu yang tak bisa kubeli. Aku tidak punya uang lagi seharusnya aku berhenti berlari. 

“Halo?” Kataku,
"......"
Tuttt.......... tut........ tut.......

Aku tak punya cukup kekuatan untuk membayangkan kau pergi. Bukan karena apa-apa. Aku hanya tak paham bagaimana mencintai sambil berfikir engkau meninggalkanku.
Aku tak mengerti bagaimana mencintai sambil bersiap untuk berhenti mencintai. Aku menolak sekalipun ia datang sebagai satu misal.

Aku menempatkan tanganmu menjadi bagian dari jemariku, 
Ketika kau tak mau lagi bergandengan, aku yang berantakan

Aku juga menempatkan namamu di sela-sela rusuk. 
Ketika namamu patah, bagiannya menusuk.


ps : ruang paling gelap dan senyap, dimana rindu berubah jadi derap keputusasaan. Rindu harusnya mengalir deras di ruang paling dahsyat, tapi harus mundur karena tali jarak yang tidak cukup kuat.

Kamis, 18 Januari 2018

No comments:

Post a Comment

 

Catatan Gadis Puisi Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review