Untuk Engkau yang menunggu di Utara
Betapa kupaham kecemasan-kecemasan yang tergelincir dari sendu tatapan yang menggema dalam bunyi yang sunyi diantara senyuman dan tawa.Dengan detik yang berdetak lebih cepat, kau perlahan muak oleh suara bising di telinga dan kepala;perihal rahim yang belum mampu membaca kehidupan atau perihal keraguan yang mencuat. Barangkali, suara bising yang akan kau dengar serupa desis ular, mengancam satu persatu langkah, sebab kau tahu jika salah kakimu melangkah, ada jiwa yang terbunuh perlahan.
Cahayaku. Kau, aku, dan mereka;
memang berada di bawah langit yang sama, tapi bukankah masing-masing
memiliki musim yang berbeda? Berjalanlah ke mana seharusnya kau berada.
Kemas segala cemas, dan berdansalah di tengah hujan yang bermukim di
kantung mata. Percayalah, bahwa sesungguhnya manusia lebih butuh tepat
daripada cepat. Dan untuk senda gurauNya, bersyukurlah sebab kau di
selamatkan dari banyak kejatuhan yang mungkin lebih buruk dari yang
seharusnya.Pada suatu petang, barangkali kau akan terkejut pada fragmen-fragmen
cuaca di luar nalar; ketika isi kepalamu telah mahir menyisir harapan,
dengan dada yang meriwayatkan doa-doa.
Percayalah pada kelakNya yang jauh lebih indah dari apapun yang kau
inginkan.
Kepada yang mencoba
menerjemahkan warna-warna pucat di sebuah taman,
Bersandarlah meski
sekedar. Kesabaran memang tak serupa orang tua yang duduk di kursi
goyang, dan menanti ajal di depan mata. Sungguh aku pun percaya, kakimu
lebih lincah mengayunkan diri ke tujuan. Namun, aku adalah
perempuan yang mencintaimu lebih dari sebuah kalimat, yang kerap
memakamkan lelah untuk menyertakanmu di setiap doa. Dan surat ini
hanyalah satu dan kesekian pengingat. Pengingat bahwa pelukanku masih menjadi
rumah yang hangat jika dengan izinmu, dan izinNya. Pengingat, bahwa aku
dalam getar rinduku tetap memanjatkan doa berisikan engkau
kepada sang Pemilik Senja dan remang petang. Aku merindu engkau yang matanya
seperti musim semi. Memberi damai bunga-bunga yang diterpa matahari.
Pulanglah pada rengkuh yang tepat. Kepada temu yang menghamba
kebersamaan paling sahih saat purnama. Agar lenyap sudah gelisah yang
dicincang halus pisah. Agar mati sudah curiga yang dihantui jarak seribu
mil jauhnya.
Yang mencintaimu,
- Aku -
Puisi yg manis, Mbak.
ReplyDeleteMakasih udah mau baca:)
Delete