'Rezeki sudah tertakar dan tidak mungkin tertukar'
Sebaris kalimat pamungkas yang menjadi angin segar manusia untuk menguatkan langkah agar tetap hidup. Nyatanya intensitas letupan dalam kepala terlalu bising, siapa yang bisa sangka? Mengurainya pun butuh tenaga. Pelan-pelan sajalah, tak mengapa. Saya juga sedang belajar mengatur nafas. Setidaknya hari ini harapan harus lebih terang dari cahaya. Karena sifat cahaya menerangi bukan membakar.
Harusnya manusia punya cita-cita dan harapan agar tetap hidup, menghidupi kehidupan, menghidupi penerimaan. Tapi situasi dewasa menyingkirkan hal itu, cita-cita itu sesederhana bisa memaafkan diri sendiri yang terus menerus punya peluang tapi tak pernah cukup rendah hati untuk memberinya ruang.
Untuk punya cita-cita, saya harus menemui peristiwa demi peristiwa. Usaha-usaha saya adalah menjangkau bahagia yang paling dekat dan merasakan pedih yang paling dalam.
Saya pernah tunduk dalam sebuah peristiwa lebih dari ini. Namun kali ini, pedihnya sama.
Kabar baiknya, saya jadi punya cita-cita lagi.